Bila rasa tak lagi bisa ku peram . . Bila maksud tak lagi mampu ku peta . . Bila desakan tak lagi dapat ku jeda . .

Senin, 26 September 2011

Cintaku Hilang di Kabupaten Ponorogo


“iya dek, kaka baru menikahinya kemarin… “

Mungkin binar mataku ketika menyambutnya setengah jam yang lalu tak cukup kuat membuatnya mengasihiku. Aku terdiam dengan perasaan tak menentu, mengatupkan gigiku keras2.

Dalam cinta yang menggebu aku menantimu sejak seminggu yang lalu engkau pamit padaku kak.. kau bilang ada tugas di ponorogo tetapi sekarang.. jeritku dalam hati.

“dek... “
Ya Alloh. Tangisku pecah tanpa bisa kucegah, aku tersenyum tanpa berani menghapusnya.
“o ya? Jadi sekarang kaka mau ke tempat dia?“ serak kubertanya

Ya Alloh.. aku tidak dapat menerjemahkan ekspresi suamiku lagi.
Tiba2 aku merasa muak, jijik dan terinjak2..
Kak Bayu masih duduk di depanku, seolah menunggu reaksiku
“dia...“ tanpa menjawab pertanyaanku, suamiku itu seakan ingin menjelaskan sesuatu
“sebentar adek siapkan baju2 kaka dulu ya..“ potongku bergetar dengan tangis masih mengurai

Haqqon! Aku tidak ingin tau apa-apa tentang perempuan itu, sama sekali.

Terburu2 aku membereskan barang2 Kak Bayu, memasukkan baju2nya yang kuanggap akan ia pakai ke dalam kopernya kecuali-tentu saja-baju yang ia pakai ketika malam pertama kami. Aku ingin ia segera pergi dari rumah ini hingga aku bisa mengadu padaNya..

Seketika bayang janji2 manisnya dulu teringat jelas bagai slide di hadapanku.

Ya Alloooh.. engkau takdirkan ini apakah karena engkau yakin aku mampu menghadapinya?? Tapi rasanya aku betul2 tak mampu ya Robb. Aku terlalu mencintai suamiku.. ah, tapi jika ini membuatnya bahagia sharusnya aku rela. Ya.. aku berusaha berprasangka baik.

Suamiku terus mengamati gerak gerikku dari atas kasur. Ya Alloh .. mengapa aku jadi merasa ia lemah??

Ah kak Bayu.. Engkau tak pernah tau... sedari kecil aku memang seperti sudah ditakdirkan menjadi sebatang lilin. Kau tau filosofi lilin kak?? Pengorbanan, menerangi yang lain dengan membakar diri sendiri. ya ka.. tapi tak apa, aku sudah terbiasa.. Itulah aku.. Nia Rahmawati. Yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrimu. Aku sudah bertekad akan mengurus perceraian selepas ini. Terbayang rencana2 di benakku, menghubungi pengacara dan ...

“dek.. adek ga pa pa ??

Aku terhenyak mendengar tegurannya. Aku langsung menggeleng cepat dan tersenyum.

Ya Alloh! Sejenak aku menatap baju2 suamiku, sungguh aku tak sadar telah membasahinya dengan tangis. 

Selesai.

Dengan tubuh mungilku, 2 koper besar siap kugeret ke pintu depan.
Suamiku mengikutiku. Ia mencoba meraih koper tapi kutepis.. cepat aku membawanya ke pintu. Aku bersyukur rumah kami tidak terlalu besar sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk mencapai pintu depan.

“kaka akan segera pulang dek.. Tolong ma'afkan kaka..“

Aku mengangguk lemah dan mencium tangannya, masih dengan tangis. 

Saat dua langkah ia menggeret koper tanpa menoleh lagi aku menutup pintu.

Bergegas kugelar sajadah di kamar. fikirku, aku masih punya wudLu untuk langsung sholat saja.  

Aku tidak sanggup menahan airmataku.. ia terus meleleh deras, lepas ..

Ya Allooh ...

Sejam kemudian aku tertidur

*****

Angin berhembus kencang dari jendela bus Jakarta-semarang. kubiarkan kerudungku terbang ke sana kemari. Pandangan kosongku menyapu pepohonan di pinggir jalan. hhh, aku tidak tau hendak kemana. Andai aku punya uang lebih mungkin aku sudah nekad melancong sendirian ke Mesir, hitung2 melupakan kenyataan yang baru kualami. Bahuku melorot.. Ya Allooh, perih sangat bila aku harus kehilangan cintaku.

Ini sudah tahun ketiga ketika Alloh belum jua mengamanahi aku dan suamiku seorang anak. buah cinta kami. hh, aku tersenyum getir.. cinta yang mana, nia.. cinta siapa.. lagi2 kristal2 bening lolos melewati pipiku. Semestinya aku sadar bahwa seorang wanita yang tak jua mampu memberikan keturunan itu tak pantas dicintai. Ini memang kekuranganku. Wajar bila Kak Bayu mencari wanita penggantimu, nia .. kamu bukan yang terbaik.. aku kembali menyalahkan diri sendiri.

Aku menghela nafas berat, diam2 tanpa sepengetahuan suamiku aku telah berobat ke sana kemari dengan uang hasil pinjaman budheku.. belum ada hasil.. dan aku tidak tau ada apa dengan rahimku.. ya sudahlah.. 

Seorang ibu yang duduk tak jauh di kursi depanku mengangguk seraya tersenyum padaku, aku tergagap kemudian balas mengangguk. Nia, dia bisa menganggapmu gila karena kau menangis sendiri, kuat nia! kuat.. 

Aku menekuri lantai bus lantas beralih menatap layar ponselku, hitam. Sengaja kunonaktifkan ponselku sampai waktu yang tak kutahu kapan.

"Kaka.. sejujurnya adek kangen kaka.. " gumamku pelan. 

Aku menggeleng, dia sudah bukan milikmu lagi nia .. . entah keyakinan darimana yg membisikiku. Aku menegakkan sandaran kursi dan menghapus air mataku untuk yang terakhir kali.. 

To be continue ............................................................................................................

2 komentar:

  1. subhanallohh,,,,
    sungguh sungguh mengharukan.

    BalasHapus
  2. Subhanallah, jd penasaran dngn klanjutan ceritanya. . . .

    BalasHapus