Bila rasa tak lagi bisa ku peram . . Bila maksud tak lagi mampu ku peta . . Bila desakan tak lagi dapat ku jeda . .

Jumat, 24 Desember 2010

I face my God, Who knows tomorrow could be your day

Sebenarnya, judul di atas adalah petikan lirik dari nasyidnya Ahmad Bukhotir. Subhanalloh, setelah merenungkan sya'irnya saya jadi terinspirasi membuat renungan ini dengan sebelumnya bongkar2 dulu file tulisan2 jadoel saya semasa di pondok.. siapa tau ada yang bisa dipake ;-) jadilah . .

I face my God,
Who knows tomorrow could be your day


Ketakutanku menjadi nyata!
Semua sudah terlambat.
Aku sekarang sendiri.
Menikmati sensasi kesakitan,
Melebur dengan dimensi kesunyian.
Masih kudengar isak tangis di atas sana. Menangisi keterbaringanku di sini.


Aku tak percaya ini!
Dalam pejam aku melihat. Dalam kekakuan aku merasa.
Aku ada di mana?
Berharap ini mimpi...
Gelap membayangiku.
Aku ingin berontak. Aku ingin bangkit. Dari... liang ini.
Aku meratap tetapi hanya sunyi yang merangkap.
Di tengah kepanikan, aku berusaha menangis sejadi-jadinya. Barangkali, Tuhan mau mendengarku. Aku menyesal telah meremehkan hari yang telah Engkau janjikan ini Tuhaaan...
Apakah tobatku sekarang bisa diterima?
Aku mencoba menajamkan pendengaran berharap mendengar suara jawaban dari kegelisahanku sekarang.
Tubuhku tenggelam semakin dalam ke perut bumi. Aku mengenang masa hidupku. Andai aku dapat mengulangnya, aku pasti bersegera ta’at pada Tuan Kubur ini
Aku akan melakukan apa saja agar mendapatkan kediaman yang lebih baik daripada ini
Aku yakin kuburku di atas sangat bagus. Keluargaku pasti memberikan yang terbaik untukku.
Tapi di sini? Di sini, aku butuh seseorang menemaniku..bersama gelap.. penolongku di saat sulit, yang dapat membantu menerangi pijakanku.
Aku tidak siap, aku tidak menyiapkan bekal agar tak kesepian, apa saja yang kukerjakan selama hiduuup???
Aku berusaha tenang tetapi tak bisa-apa yang akan terjadi? Apa yang dapat kulakukan lagi? Aku teringat semua kelakuanku di dunia. Inikah hari yang dijanjikan itu? Jika benar, CELAKAlah aku! Adakah amalan sholeh yang sudah kulakukan? Ohhh...aku telah melakukan banyak kesia-siaan. Bodohnya aku. Adakah amalan sholihku yang diterima? CELAKA AKU! Seluruh pertanyaanku seperti ditelan tanah pekat. Gema pecut bertalu kudengar di kejauhan. Aku berharap ini segera berlalu.
Aku membelalak ngeri.
Rasanya, baru kemarin malam aku beranjak tidur dengan tenang namun ketika sadar lubang ini sudah menjadi pembaringanku. Oh. Lubang ini seakan sebentar lagi hendak menghimpitku. Aku sesak nafas! Tolong! Oh. Langkah-langkah di atasku mulai menjauh. Kepanikan semakin mendera jantungku, dekat mengerikan di sisiku. Alam dihadapku semakin mencekam. “TIDAAAAAAAAAAK!”

Pertama kali ditulis : Penjara Suci
Kamis, 16-01-2003
Terakhir digubah : Kamar Gelap
Rabu, 13 Januari 2010

1 komentar:

  1. Sesungguhnya yg paling dekat dengan kita adalah kematian. hmmm, sangat inspiratif kawaaan.

    BalasHapus