Bila rasa tak lagi bisa ku peram . . Bila maksud tak lagi mampu ku peta . . Bila desakan tak lagi dapat ku jeda . .

Kamis, 23 Desember 2010

Mencela Sahabat Rosululloh, 'Amru bin Ash dan Mu'awiyah

Bismillah,
Assalamu’alaykum warohmatulloh...
Puja dan syukur ke hadirat Alloh Jalla wa ‘Ala, sholawat dan salam teruntuk Rosulillah saw.
Ini kedua kalinya saya mendengar celaan kepada sahabat Rosululloh saw, ‘Amru bin ‘Ash dengan kata “licik” setelah sebelumnya Mu’awiyah bin Abi Sufyan dikatai sebagai “orang yang haus kekuasaan”. Semoga Alloh mengampuni sang penutur. Berikut beberapa hal yang saya rasa perlu untuk saya bagi kepada teman-teman.
KEUTAMAAN PARA SAHABAT
Kita tidak perlu mencari-cari hadits Rosul terlebih dahulu untuk menjabarkan keutamaan para sahabatnya, Alloh subhanahu wa ta’ala sendiri telah mengutamakan mereka di dalam At-Taubah : 100, ‘Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridLo kepada mereka dan mereka pun ridLo kepada Alloh. Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama lamanya. Itulah kemenangan yang agung’.
Subhanalloh! Alloh memastikan mereka bakal menghuni surga yang kenikmatan dunia terlalu hina untuk disandingkan dengannya. Kalau kita mau merenungkan sejarah perjalanan kehidupan mereka niscaya kita takjub dan akhirnya berkata,”ya. Mereka sangat pantas menjadi ahli surga”. Kesetiaan mereka menemani Rosululloh saw tidak bisa dianggap sepele karena menemani Rosululloh berarti siap berkorban nyawa, harta, keluarga, waktu dan dunia seluruhnya. Bersama Rosululloh berarti siap mendengar dan ta’at, siap rajin menuntut ‘ilmu dan menjadi ‘ubbaad (ahli ‘ibadah), menyertai Rosululloh dalam setiap keadaannya.. duka dan senang.. menuntut keikhlasan tanpa mengeluh, ADAKAH MANUSIA YANG SEPERTI ITU ZAMAN SEKARANG? ADAKAH?! ADAKAH? SULIT! Manusia-manusia sekarang adalah manusia-manusia ciptaan dunia, yang oportunis (bekerja berdasarkan asas manfa’at), pragmatis, materealistis dan sederet is-is yang lain.
Ibnu Mas’ud radliyallohu anhu berkata, “Hendaklah kamu sekalian mengikuti para sahabat Muhammad shollallohu ‘alayhi wasallam, karena Alloh telah melihat seluruh hati manusia dan Dia mendapati hati Muhammad adalah yang paling murni dan paling bertaqwa. Lalu Alloh melihat seluruh hati manusia dan mendapatkan bahwa para sahabat memiliki hati yang paling murni dan paling bertaqwa. Maka Alloh memilih mereka untuk menemani RosulNya.”
Allohu Akbar! Hanya orang-orang yang hatinya bersih sajalah yang Alloh pilih menjadi pejuangNya!
Seorang sahabat, perowi hadits, Ibnu Abi Hatim juga mengatakan, “para sahabat Rosululloh adalah orang-orang yang menyaksikan turunnya wahyu serta mengerti akan tafsir dan penjelasannya. Merekalah orang-orang yang dipilih Alloh untuk menemani dan menolong NabiNya, menegakkan agamaNya serta menjelaskan kebenarannya. Alloh meridLoi mereka sebagai sahabat Nabi dan menjadikan mereka sebagai petunjuk dan suri tauladan bagi kita.
Di dalam “Simahum fie wujuuhihim” nya Dr. Aidh Al Qarni, MA, terjemahannya diberi judul “Subhanallah...MEREKA LUAR BIASA!” dengan penerjemah Ustadzuna Yahya Ayyas () disebutkan beberapa karakteristik generasi para sahabat yaitu kesucian dari Sang Pencipta, lebih memperhatikan amalan hati, selamat dari sifat munafik, kesungguhan yang tiada duanya, ilmu yaqin, mementingkan persatuan ummat, pengorbanan yang agung dan tidak terbebani dengan berbagai masalah-yang jika kita berfikir dalam dan bijak niscaya hampir tidak akan kita temui lagi karakteristik tersebut pada manusia-manusia setelah mereka.
Adapun sedikit kekhilafan dari diri mereka, itu manusiawi seperti sebuah kata2 hikmah, “al-insan mahallul khotho’ wan nis yaan, manusia itu tempat salah dan lupa” (jazaahallohu khoyron kepada Ustdzh.SXXXXXXh yang sudah mengajarkan mahfuzhot kepada ana) begitu pula para sahabat Rosululloh saw tetapi hal tersebut tidak lantas menurunkan derajat mereka. Contoh: Kholid bin Walid pernah melakukan kesalahan dalam strategi perang apakah lalu kemudian beliau tidak disebut lagi sebagai mujahid (jazakumulloh khoyron untuk Ust.Iim, saya selalu ingat kata-kata antum ini Tadz), Mu’awiyah bin Abi Sufyan.. yang dituduh banyak ahli “pandir” sebagai seorang yang haus kekuasaan padahal Ibnu Asakir rahimahullah menyebutkan dalam Tarikh Dimasyq: ( Abu Muslim Al Khaulani datang bersama sebagian orang kepada Mu’awiyah dan berkata: anda berusaha merebut kekuasaan Ali atau anda seperti dia? Maka Mu’awiyah berkata: Tidak, demi Allah ! sungguh saya tahu bahwa Ali lebih afdLol dari saya, dan bahwa dia lebih berhak atas urusan ini dari saya, akan tetapi bukankah kalian tahu bahwa Utsman terbunuh secara terzholimi sedangkan aku anak pamannya? Aku hanya menuntut darah Utsman, maka datanglah kepadanya dan katakanlah: untuk menyerahkan para pembunuh Utsman kepadaku, lalu aku serahkan urusannya kepadanya). Dari penuturan beliau tersebut jelaslah bahwa tidak ada modus kekuasaan politik dalam fitnah perpecahan ini melainkan masing-masing berijtihad demi kebenaran dan untuk kebenaran sehingga dapat memberikan kebenaran itu haknya.
Ibnu Abbas pun yang ikut mengalami peristiwa yang terjadi antara Mu’awiyah dan Ali, sehingga lebih berhak menentukan hukumnya, ketika beliau ditanya tentang Mu’awiyah beliau menjawab: ( anak laki dari Hindun, alangkah mulia nasabnya, alangkah mulia kedudukannya, demi Allah dia tidak pernah mencaci kami sedikitpun diatas mimbar, tidak juga dibawah mimbar,..).

Ketika Ibnu Mubarak rahimahullah ditanya tentang Mu’awiyah: apakah dia lebih afdhal atau Umar bin Abdul Aziz ? beliau menjawab: ( sungguh debu yang ada di hidung Mu’awiyah ketika bersama Rasulullah lebih afdLol dari Umar bin Abdul Aziz).
Diantara keutamaan lain dari sahabat Mu’awiyah - rodliyallohu anhu adalah bahwa beliau salah satu juru tulis Rosululloh, beliau biasa menulis surat-surat Nabi shallallahu alaihi wasallam kepada para pemimpin kabilah arab, tidak ketinggalan ketika perang Hunain dan Yamamah beliau ikut di dalamnya, beliau juga banyak meriwayatkan hadits dari Rosululloh shallallahu alaihi wasallam. Lalu, Amru bin ‘Ash - Alloh merahmati beliau, bagaimana pun hasil perundingan yang terjadi antara pihak ‘Ali dan Mu’awiyah yang diwakili oleh ‘Amru bin ‘Ash yang berijtihad dalam perkataannya itu tidak dapat dijadikan pembenaran dalam mencela beliau karena manusia-manusia yang hadir sesesudah zaman beliau pun yang saat itu sezaman dengan beliau tidak mampu untuk membelah dada beliau dan melongok niat beliau. Sahabat ‘Amru bin ‘Ash adalah sosok cendikiawan, jikalau ‘Umar r.a melihatnya beliau berkata : “ kita akan menyerang para cendikiawan Romawi dengan para cendikiawan Arab” dan “Tidaklah Abu Abdulloh itu ketika berjalan, pasti ia menjadi pemimpin.”. Beliau juga seorang sahabat yang berani berfatwa dihadapan Rosululloh saw dan karenanya menghasilkan ketetapan pada hukum syari’ah. Dikisahkan dalam suatu peperangan, ‘Amr bin ‘Ash menjadi pemimpin atas Abu Bakr, ‘Umar, dan para sahabat lain. Ketika itu ia mengalami junub pada malam yang sangat dingin. Maka ia pun tidak menggunakan air karena tidak tahan untuk mandi dengannya. Lalu ia bertayamum dan sholat. Kemudian ia melaporkan kejadian tersebut kepada Rosululloh , beliau bersabda, “Wahai Amru, apakah engkau akan sholat bersama para sahabatmu dalam keadaan junub?” ia pun menjawab, “wahai Rosululloh, sesungguhnya Alloh telah berfirman:
ولا تقتلوا أنفسكم إنّ الله كان بكم رحيما
“...dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Alloh adalah Maha Penyayang kepadamu.” (An-Nisa’ (4): 29)
Maka Rosululloh hanya tersenyum dan diam.
HUKUM MENCELA MEREKA

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا تسبوا أصحابي، فوالذي نفسي بيده لو أنّ أحدكم أنفق مثل أُحد ذهباً، ما بلغ مدّ أحدهم ولا نصيفه ( متفق عليه
Rasulullah shallallahu alihi wasallam bersabda: ( janganlah kalian mencela shahabatku, demi yang jiwaku ditanganNya, seandainya salah seorang dari kalian meninfakkan emas sebesar gunung Uhud, tidak akan menyamai infakknya segenggam tangan mereka ataupun setengahnya). Muttafaqun ‘alaihi.

وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : خير الناس قرني، ثم الذي يلونهم، ثم الذي يلونهم
Dari ‘Abdulloh, Rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda: ( sebaik-baik kurun adalah kurunku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya ). HR Bukhari (2652) dan Muslim (2533)
Syaikhul Islam rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang melaknat Mua’wiyah, maka apa yang wajib atasnya?

Beliau menjawab: ( Alhamdulillah, barangsiapa yang melaknat salah satu shohabat Nabi seperti Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dan Amru bin Ash dan semisalnya, atau yang lebih afdhal dari mereka: seperti Abu Musa Al-Asy’ari, dan Abu Hurairah dan semisalnya, atau yang lebih afdhal lagi: seperti Tholhah, Zubair, Utsman, Ali bin Abi Thalib, atau Abu Bakar Ash shiddiq dan Umar, atau ‘Aisyah Ummul Mukminin, dan selain mereka dari para shahabat maka mereka berhak mendapat hukuman yang berat menurut kesepakatan para ulama, namun mereka berselisih: apakah dihukum bunuh atau dibawahnya? Sebagaimana telah kami bentangkan dalam tema lain) [Majmu Fatawa:35].
PENUTUP
Bagaimana seharusnya kita bersikap???
لِكُل زَعْمٍ خَصْمٌ
Seyogyanya bagi seorang muslim tidak berprasangka begitu saja tanpa ‘ilmu, tanpa tahu akar persoalan karena akan menimbulkan permusuhan dan kesalahfahaman. Inilah yang banyak terjadi sekurang-kurangnya menurut tinjauan saya, manusia-manusia yang lahir belakangan (kontemporer dan modern) berani berfatwa yang menyelisihi ‘ijma ‘ulama ahlus sunnah. Yang mengaku kaum inteleknya berani berkomentar berdasarkan buku-buku barat yang “ilmiah”. MasyaAlloh! Sebagai muslim hendaklah kita berpaling dari perselisihan ini. Kita tawaqquf, diam. Tidak usah bercuap-cuap sok tahu. Maka, barangsiapa yang mendengar perselisihan yang terjadi diantara para sahabat Rosulillah maka hendaklah dia mengikuti Imam Ahmad ketika ditanya tentang Mu’awiyah, dimana beliau berpaling. Lalu dikatakan kepadanya: Ya Abu Abdillah ! dia dari Bani Hasyim, lalu beliau kembali dan berkata: bacalah :

تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَّا كَسَبْتُمْ وَلاَ تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
البقرة:134]
Artinya: (Itulah umat yang telah lalu, baginya apa yang telah mereka usahakan, dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Dan kamu tidak akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang mereka kerjakan). QS Al Baqarah: 134.

Imam Ahmad juga berkata : ( jika engkau melihat seorang yang menceritakan keburukan pada salah satu shahabat Muhammad shallallahu alaihi wasallam, maka curigailah keislamannya ).
Seluruh sahabat Rosululloh adalah mulia, semulia-mulia tabiien pun tidak bisa dibandingkan dengan mereka. Apalagi manusia yang baru kemarin sore, oleh karena itu sadarlah! Istighfar! Mari kita menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak bermanfa’at yang hanya akan menimbulkan perpecahan baru di tubuh kaum Muslimin.
Bagi yang belum tahu duduk persoalannya, silahkan baca kitab sejarah Islam dulu.
Semoga bermanfa’at,
Astaghfirulloha lie walakum.
Referensi:
1. Departemen Agama RI. 2006. “Al-Qur anul kariim”. Bandung : Syamil Cipta Media
2. Sebuah artikel dari WWW.VOA-ISLAM.com yang berjudul ~Sadarlah Wahai Pencela Mu’awiyah~
3. Al-Qorni, Aidh.2004. “Siimaahum fie wujuuhihim”. Solo : Aslama Publishing (edisi terjemahan), ada yang mau membenarkan format penulisannya?
4. Darul Masyriq. 2000. “Al-Munjid fiellughoti wal a’laam”. Beirut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar