Cukup
tersentak hati saya tatkala membaca pernyataan-pernyataan berani yang
diungkapkan oleh Prof DR Kiyai Haji Said Aqiel Siradj, MA, sebagaimana
yang diberitakan dalam www.voa-islam.com. Pernyataan-pernyataan tersebut adalah:
Dan ternyata memang beliau pernah bertemu dan menyambut tokoh syi'ah Hasan Nasrullah, silahkan lihat (http://www.dp-news.com/pages/detail.aspx?articleid=57160).
Demikian pula beliau pernah menjadi pembicara tingkat internasional di
Teheran (pusatnya Syi'ah Roafidhoh) selama dua kali, pada tahun 1999
dengan materi : Al-Taqriib baina al-Madzaahib, Al-Islam al-din
al-tasamuh (Pendekatan antara madzhab-madzhab, Islam adalah agama
toleransi), dan pada tahun 2000 dengan materi : Al-Taqriib baina
al-Madzaahib, Huquq al-Insan fi al-Islam (Pendekatan antara
madzhab-madzhab, Hak-hak manusia dalam Islam). Silahkan lihat (http://nubinong.blogspot.com/2010/03/riwayat-hidup-prof-dr-kh-said-aqiel.html).
Selain itu beliau juga memberi kata pengantar dan menganjurkan
masyarakat muslim Indonesia untuk membaca sebuah buku yang berisi banyak
kedustaan karya Idahram, yang dalam buku tersebut sang penulis
(Idahram) berkata : "Dalam Islam sedikitnya ada tujuh madzhab yang
pernah dikenal, yaitu madzhab Imam Ja'far As-Shiddiq (madzhab Ahlul
Bait), madzhab Imam Abu Hanifah An-Nu'man, madzhab Imam Malik ibnu Anas,
madzhab Imam As-Syafii, madzhab Imam Ahmad Ibnu Hanbal, madzhab Syi'ah
Imamiah, dan madzhab Dawud Azh-Zhahiri. Sedangkan madzhab salaf tidak
pernah ada"
Beliau DR Said Aqiel Siroj telah menghabiskan banyak usia beliau untuk
mendalami bidang aqidah di karajaan Arab Saudi. Dari S1 hingga S3 beliau
menuntut ilmu di Arab Saudi dan di bidang ushuul ad-diin (aqidah).
- S1, beliau tempuh Universitas King Abdul Aziz, Jurusan Ushuluddin dan Dakwah, tamat 1982.
- S2 beliau tempuh Universitas Ummu al-Qura, jurusan Perbandingan
Agama, tamat 1987, dengan tesis yang berjudul رَسَائِلُ الرُّسُلِ
وَأَثَرُهَا فِي انْحِرَافِ الْمَسِيْحِيَّةِ (Pengaruh Surat-Surat para
rasul dalam Bibel terhadap penyimpangan Agama Kristen).
- S3
Universitas Ummu al-Qura, jurusan Aqidah/Filsafat Islam, tamat 1414 H
(1994 M), dengan judul disertasi : صِلَةُ اللهِ بِالْكَوْنِ فِي
التَّصَوُّفِ الْفَلْسَفِي (Hubungan antara Allah dan alam menurut
perspektif tasawwuf falsafi), yang disertasi beliau ini dibimbing oleh
dosen beliau yang bernama As-Syaikh DR. Mahmuud Ahmad Khofaaji
Dari sini kita tahu bahwasanya beliau ini adalah seorang yang pakar
dalam bidang aqidah, baik dalam memahami kesesatan kaum Kristen maupun
kesesatan kaum sufi.
Muqoddimah ini sangat layak untuk dibaca kembali oleh penulisnya
sendiri, yang merupakan nasehat yang sangat indah bagi sang penulis
sendiri dan juga kaum muslimin di tanah air, terutama kaum yang dipimpin
oleh beliau sekarang. Hal ini mengingat dalam muqoddimah disertasi
tersebut beliau (Prof DR Said Aqiel Siradj) telah mentaqrir dan
menetapkan landasan-landasan aqidah salaf, karena memang desertasi
tersebut beliau tulis untuk membantah kaum sufi. Terlebih lagi dalam
desertasi tersebut beliau sering menukil perkataan-perkataan Ibnu
Taimiyyah untuk membantah pemikiran sufiah. Semoga bermanfaat bagi kaum
muslimin Indonesia.
DR Said Aqiel Siradj, MA berkata :
"Islam menolak segala bentuk kesyirikan, dan menolak
perantara-perantara antara Allah dan manusia kecuali perantara kenabian
dan kerasulan, dengan demikian Islam menetapkan keterpisahan yang
sempurna antara Allah dan yang lainNya, antara Pencipta dan Makhluk,
bahkan malaikat tidak terhubungkan dengan Allah melalui hubungan apapun
selain hubungan yang tegak antara Allah dengan makhluk yang lain baik
yang materi maupun ruh, yaitu hubungan antara makhluk dan Penciptanya,
yaitu hubungan keterpisahan dan bukan hubungan ketersambungan"
Komentar :
Pernyataan Kiyai Haji Prof DR di atas persis sama dengan penjelasan
Ibnu Taimiyyah dan Muhammad bin Abdil Wahhaab rahimahumallah, bahwasanya
Allah tidak butuh kepada washitoh (perantara) dalam penyembahan dan
dalam meminta manfaat dan menolak mudhorot. Menjadikan washitoh
(perantara) kepada Allah merupakan kesyirikan. Yang ada hanyalah
perantaraan dalam hal risalah dan kenabian, yaitu para nabi dan para
rasul merupakan perantara antara Allah dan manusia dalam menyampaikan
risalah/wahyu Allah ta'alaa.
Ibnu Taimiyyah berkata : "Dan hal
ini merupakan perkara yang disepakati oleh seluruh pemeluk agama dari
kalangan kaum muslimin, yahudi, dan nashrani, mereka menetapkan adanya
perantara antara Allah dengan hamba-hambaNya. Perantara-perantara
tersebut adalah para Rasul yang mereka menyampaikan dari Allah perintah
Allah dan khabar dari Allah…."
Beliau juga berkata, "Adapun
jika yang dimaksudkan dengan perantara adalah bahwasanya harus ada
perantara dalam mendatangkan manfaat-manfaat dan menolak kemudorotan,
seperti perantara dalam mendatangkan rizki para hamba, dan pertolongan
kepada mereka dan hidayah untuk mereka, yang mereka meminta hal-hal
tersebut kepada perantara ini dan mengharap kepada perantara ini maka
ini merupakan kesyirikan yang paling besar yang karena kesyirikan inilah
Allah mengkafirkan kaum musyrikin (Arab), dimana mereka menjadikan
selain Allah sebagai penolong-penolong mereka dan para pemberi syafaat
kepada mereka" (Majmuu' al-Fataawaa 1/122-123). Adapun perkataan
Muhammad bin Abdil Wahhaab yang semakna dengan ini maka bisa dibaca di
risalah beliau "Kasyf Asy-Syubhaat"
DR Said Aqiel Siradj, MA berkata :
"Dan jika kita mengamati Al-Qur'aan Al-Kariim maka kita akan mendapati
Al-Quran menekankan keterpisahan yang sempurna ini, maka tidak ada
sesuatupun yang berfungsi sebagai suatu perantara antara Allah dan
makhlukNya. Sebagaimana Al-Qur'an berkali-kali dan berulang-ulang
menafikan sifat uluhiyah dari selain Allah ta'aala dengan penafian
secara mutlak, dan menekankan bahwasanya para nabi dan para rasul mereka
dari golongan manusia dan dari tabi'at manusia. Inilah yang ditetapkan
oleh rukun Islam yang pertama yaitu Syahadah (Persaksian) bahwasanya
tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah melainkan Allah dan
bahwasanya Muhammad adalah hambaNya dan rasulNya. Dan ini adalah
syahadah penafian dan penetapan (itsbaat), menafikan secara mutlak
uluhiah (ketuhanan) dari selain Allah dan tidak ditetapkan kecuali hanya
untuk Allah semata, dan menetapkan bahwasanya Muhammad adalah hambaNya
dan rasulNya, dan Muhammad adalah manusia sebagaimana seluruh manusia
(*yang lain). Dan seluruh perbedaan antara Muhammad dan mereka adalah
beliau diberi wahyu aqidah tauhid"
Komentar :
Dalam
paragraf ini DR Said menekankan perkara yang sangat penting yaitu
tentang aqidah yang benar terhadap Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam, bahwasanya beliau adalah manusia biasa sebagaimana seluruh
manusia yang lain yang memiliki tabi'at manusia. Yang membedakan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam dengan manusia yang lain hanyalah Nabi
telah diberi wahyu berupa aqidah tauhid. Hal ini tentunya bertentangan
dengan keyakinan sebagian kaum sufi yang terlalu berlebih-lebihan kepada
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. (silahkan lihat http://www.firanda.com/index.php/artikel/aqidah/116-berlebih-lebihan-kepada-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam-hingga-mengangkat-beliau-pada-derajat-ketuhanan)
DR Said Aqiel Siradj, MA berkata :
"Dan aqidah tauhid yang dibawa oleh Islam menolak seluruh kesyirikan,
sama saja apakah kesyirikan yang tegak di atas pendapat berbilangnya
Tuhan atau kesyirikan yang dibangun di atas keimanan kepada adanya
perantara-perantara antara Allah dan manusia. Dari situ maka hubungan
antara Allah dengan alam –termasuk di dalamnya adalah manusia- adalah
hubungan keterpisahan. Allah maha Esa tidak ada syarikat baginya,
terpisah dari alam dengan keterpisahan yang sempurna dengan ke-Esa-anNya
dalam Dzatnya, sifat-sifatNya, dan perbuatan-perbuatanNya, dan Allah
tersucikan dari seluruh bentuk penyamaan dengan makhluk-makhlukNya.
Aqidah ini dialah aqidah yang telah disepakati oleh seluruh kaum
muslimin, baik salaf mereka (*golongan terdahulu) maupun kholaf mereka
(*golongan belakangan), kecuali sufiah filsafat, sebagaimana akan kita
lihat di tengah lembaran-lembaran pembahasan ini"
Komentar :
Dalam paragraph ini kembali DR Said Aqiel menekankan bahwasanya Islam
menolak segala bentuk kesyirikan. Dan bentuk-bentuk kesyirikan ada dua:
Pertama : Dengan menjadikan Tuhan berbilang, sebagaimana trinitasnya kaum Nasrani, dan juga dewa-dewa Kaum Hindu.
"Kemudian Islam adalah berpegang teguh dengan perintah-perintah Allah
dan perintah-perintah RasulNya shallallahu 'alaihi wa sallam dan
menjauhi apa yang dilarang oleh Allah dan RasulNya, dan meneladani
kehidupan Rasulullah dan mengikuti jalan-jalan dan sunnah-sunnah yang
telah ditempuh oleh para sahabatnya –semoga Allah meridhoi mereka-
Allah berfirman : "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat" (QS Al-Ahzaab : 21)
Dan
Allah ta'aala juga berfirman : "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka
terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah" (QS
Al-Hasyr : 7)
Allah juga berfirman : "Hai orang-orang yang
beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu
berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya)"
(QS Al-Anfaal : 20)"
Komentar :
Dalam paragraf ini DR
Said Aqiel menekankan untuk mengikuti jalan para sahabat Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan beliau mendoaakan para sahabat
agar diridhoi oleh Allah. Dan ini tentunya bertentangan dengan aqidah
Syi'ah yang justru berdoa agar Allah melaknat para sahabat dan juga
mengkafirkan para sahabat.
DR Said Aqiel Siradj, MA berkata :
Dan perintah-perintah Allah dan RasulNya –demikian pula
larangan-larangan Allah dan RasulNya- terjaga dalam Al-Qur'an Al-Kariim
dan Sunnah-sunnah Nabi yang mulia. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :
"Aku meninggalkan pada kalian dua perkara
yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan
kedua perkara tersebut, yaitu kitabullah dan sunnah NabiNya"
Komentar :
Dalam paragraf ini DR Said Aqiel menegaskan akan pentingnya
berlandaskan kepada Al-Qur'an dan Sunnah-Sunnah Nabi, yang keduanya
merupakan sumber hukum kaum muslimin. Hal ini tentunya berbeda dengan:
- Keyakinan sebagian kaum sufi yang terkadang berdalil dengan
kisah-kisah…yang tidak tahu juntrung keabsahannya. Tidak jarang berupa
cerita-cerita karomah yang masih dipertanyakan akan kevalidannya lantas
cerita-cerita tersebut dijadikan dalil utama sehingga ditolaklah
pendalilan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah
- Sikap sebagian sufi
yang taklid buta kepada gurunya, meskipun pemikiran-pemikiran gurunya
bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sehingga seakan-akan
perkataan gurunya merupakan salah satu sumber hukum
DR Said Aqiel Siradj, MA berkata :
"Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mentarbiah
(membina) para sahabatnya dibawah naungan dan petunjuk kitabullah dan
sunnahnya, yaitu dengan tarbiah percontohan agar mereka menjadi teladan
bagi orang-orang yang datang setelah mereka hingga hari kiamat. Maka
mereka adalah praktek nyata (hidup) dari ajaran-ajaran Allah dan
arahan-arahan RasulNya. Mereka berittiba' dan meneladani serta tidak
melakukan bid'ah dan mengada-ngadakan. Mereka adalah para wali-wali
Allah yang tidak kawatir dan tidak bersedih. Mereka adalah teladan dan
tolak ukur untuk mengenal al-haq (kebenaran) dari kebatilan, dan untuk
membedakan petunjuk dari kesesatan".
Komentar :
Dalam paragraf ini beliau menekankan kembali akan mulianya para sahabat dari beberapa sisi:
Pertama : Para sahabat telah ditarbiyah/dibina dan dididik langsung
oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tentunya guru sangat
berpengaruh kepada murid-muridnya
Kedua : Tarbiyah tersebut berdasarkan naungan dan cahaya al-Qur'an dan as-Sunnah
Ketiga : Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mentarbiyah para sahabat
dengan tarbiyah khusus yaitu tarbiyah percontohan, dengan maksud agar
para sahabat menjadi contoh bagi generasi-generasi setelah mereka
Keempat : Amalan para sahabat adalah praktek hidup/nyata terhadap
ajaran Al-Qur'an dan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Hal ini tentu sangatlah jelas ditinjau dari beberapa sisi
- Para sahabatlah yang paham tentang maksud Allah dan RasulNya.
- Ayat-ayat al-Qur'an yang pertama kali mempraktekannya adalah para sahabat.
- Tatkala para sahabat menerapkan ayat-ayat Allah mereka dibimbing
langsung oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sehingga jika mereka
salah praktek, atau salah paham tentang Al-Qur'an maka akan ditegur
langsung oleh Allah atau melalui Rasulullah yang merupakan guru dan
pengawas mereka
Kelima : Para sahabat tidak melakukan bid'ah
dan tidak mengadakan perkara-perkara baru dalam agama, akan tetapi
mereka meneladani guru mereka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Keenam : Para sahabat adalah wali-wali Allah…maka yang memusuhi dan
membenci mereka…apalagi mengkafirkan mereka tentunya wali-wali syaitan
Ketujuh : (Dan ini merupakan poin yang terpenting) yaitu DR Said Aqiel
menjelaskan bahwa para sahabat adalah tolak ukur kebenaran, sehingga
terbedakan hak dari kebatilan, dan terbedakan petunjuk dari kesesatan.
Sungguh ini adalah manhaj yang selalu dan senantiasa diserukan dan
dipropagandakan oleh kaum wahabi (salafy) yaitu agar kembali kepada
pemahaman dan manhaj para sahabat yang jauh dari bid'ah dan
perkara-perkara baru dalam agama.
Dan inilah juga yang selalu
diserukan oleh kaum yang disebut-disebut oleh orang yang memusuhinya
“Salafy wahabi” agar senantiasa mencintai para sahabat dan memusuhi
orang-orang yang membenci (bahkan mengkafirkan) para sahabat seperti
kaum syi'ah. Jika para sahabat yang sedemikian mulianya (sebagaimana
penjabaran DR Said Aqiel diatas) itu saja dikafirkan maka bagaimana lagi
dengan para pengikut mereka yang jauh dari kemuliaan para sahabat Nabi
radhiallahu 'anhum.
DR Said Aqiel Siradj, MA berkata :
"Dan dibawah cahaya al-kitab dan as-sunnah dan siroh Rasulullah serta
amalan para sahabatnya ditimbang amalan-amalan kaum muslimin dan
perkataan mereka. Maka apa yang ada sandarannya dan dalil maka dihukumi
dengan amalan/perkataan yang sah dan benar. "Dan apa yang menyelisihi
al-kitab dan as-sunnah dan tidak ada atsarnya dalam kehidupan para
sahabat maka dihukumi dengan fasad (rusak) dan batil. Dan semua yang
keluar dari manhaj ini maka sungguh telah sesat dan menyesatkan".
Komentar :
Dalam paragraf ini kembali DR Said Aqiel menekankan akan pentingnya
manhaj salaf yaitu manhaj yang berlandaskan kepada Al-Qur'an dan
As-Sunnah berdasarkan pemahaman para sahabat. Beliau juga kembali
menegaskan bahwa seluruh perkataan/pendapat dan amal perbuatan manusia
harus ditimbang di atas manhaj salaf ini. Jika ada suatu pemikiran atau
amal perbuatan yang tidak diriwayatkan ada di masa kehidupan para
sahabat maka pemikiran dan amal perbuatan tersebut batil. Ini merupakan
seruan yang tegas dari beliau kepada kaum muslimin –terutama di
Indonesia- untuk kembali menimbang amalan-amalan yang sering mereka
lakukan. Apakah amalan-amalan tersebut pernah dilakukan dan diamalkan
oleh para sahabat??, jika tidak pernah maka hal itu adalah batil dan
sesat, bahkan pelakunya sesat dan menyesatkan.
DR Said Aqiel Siradj, MA berkata :
"Dan tatkala saya adalah salah seorang mahasiswa di jurusan Aqidah saya
melihat bahwasanya merupakan kewajiban atas saya untuk
mencari-cari/mengikuti dan menyelidiki manhaj-manhaj yang sesat dan jauh
dari al-kitab dan as-sunnah. Dan telah beberapa lama saya menyelidiki
manhaj-manhaj tersebut untuk saya jelaskan penyimpangan dan kesesatannya
dan jauhnya manhaj tersebut dari Islam. Termasuk merupakan perkara yang
menyusahkan dan menggelisahkan aku adalah apa yang aku dapati dari
manhaj-manhaj para sufi ahli filsafat yang mereka telah jauh dari Islam,
yaitu tentang pemahaman mereka tentang hubungan alam dengan
penciptanya, dengan pemikiran-pemikiran mereka yang sesat berupa hulul
dan ittihad dan wihdatul wujud (yiatu hulul/menempatinya Allah ke alam,
dan ittihad/menyatunya alam dengan Allah, dan wihdah/kesatuan alam
bersama Allah), yang hal itu melalui metode filsafat al-fanaa' dan fanaa
al-fanaa, dan seluruhnya merupakan pemikiran-pemikiran yang aneh dan
muhdatsah (diada-adakan) serta menyusup di tengah-tengah masyarakat
islami"
Komentar :
Dalam paragraf ini DR Said Aqiel
memaparkan bagaimana semangat beliau untuk bernahi mungkar. Beliau
terpanggil bahkan beliau merasa wajib untuk mengikuti dan menyelidiki
manhaj-manhaj yang sesat. Bahkan sangat menggelisahkan beliau kesesatan
yang terdapat dalam manhaj kaum sufi philosofi, yang kesesatan ini
merupakan perkara muhdats (bid'ah) yang telah menyusup dalam masyarakat
islam.
DR Said Aqiel Siradj, MA berkata :
"Dan
permulaan munculnya pemikiran filsafat sesat tersebut di akhir-akhir
abad kedua hijriah. Lalu berkembang dengan pesat di tengah abad ketiga
hijriah. Dimulai dari Jabir bin Hayyan dan Abu Hasyim dan Abduk hingga
Ibnu 'Arobi sang fhilosofi besar, Al-Ghunushy Al-Khothiir, dan melewati
Dzu An-Nuun Al-Mishriy, Abi Yaziid Al-Busthoomy, Al-Hallaaj, Al-Junaid,
An-Nafary, Al-Gozhaaly, lalu As-Sahrowardi yang terbunuh".
Komentar :
Dalam paragaf ini beliau menjelaskan tentang tokoh-tokoh sufi filsafat
yang memiliki pemahaman sesat wihdatul wujud. Yang diantara tokoh-tokoh
tersebut ada yang digandrungi oleh kaum sufi di Indonesia. Diantaranya
adalah Ibnu 'Arobi dan Al-Ghozali.
Adapun Ibnu 'Arobi maka DR
Said Aqiel telah menjelaskan kesesatannya dalam disertasinya tersebut
pada hal 446 hingga hal 450. Beliau menjelaskan tentang pemikiran Ibnu
Arobi dalam dua kitabnya yang berisikan tentang pemikiran wihdatul wujud
(bersatunya Allah dengan alam). Kitab yang pertama adalah kitab
Al-Futuhaat Al-Makkiyah, yang dimana Ibnu Arobi mengaku bahwa apa yang
dituliskannya dalam kitab tersebut adalah wahyu dan didikte oleh Allah.
Adapun kitab yang kedua adalah Fushus Al-Hikam maka Ibnu Arobi mengaku
bahwa kitab tersebut datangnya dari Rasulullah. Dalam kitab Fushus
Al-Hikam inilah Ibnu Arobi mengatakan bahwa Fir'aun adalah orang beriman
dan masuk surga !!, hal ini karena tatkala Fir'aun mengatakan :"Aku
adalah Tuham kalian yang maha tinggi" menunjukan bahwa Fir'aun paham
bahwasanya Allah telah bersatu dengan alam, telah bersatu dengan
dirinya. Jadi perkataan Fir'aun tersebut adalah perkataan yang hak dan
benar
Adapun Abu Hamid Al-Ghozaali, maka kesesatannya tentang
pemahaman wahdatul Wujud telah dijelaskan oleh DR Said Aqiel Siraj dalam
disertasinya pada hal 168 hingga hal 172. Pemikiran wihdatul wujud
Al-Ghozaali sangat nampak dalam kitabnya Ihyaa Uluumiddiin (yang kitab
ini sangat digandrungi oleh kaum sufi di Indonesia) dan kitabnya
Misykaat al-Anwaar. Adapun bantahan terhadap pemikiran Al-Ghozali ini
maka telah ditulis dengan panjang lebar oleh DR Said Aqiel dalam
disertasinya dari hal 199 hingga hal 221.
DR Said Aqiel Siradj, MA berkata :
"Dan merupakan perkara yang diketahui bahwasanya kaum muslimin di
Indonesia menghadapi problematika-problematika besar baik problematika
politik, ekonomi, sosial dan problematika aqidah. Di hadapan mereka
musuh-musuh mereka yang menanti-nanti (*keburukan bagi) kaum muslimin
berupa gerakan kristenisasi, sekuler, bathiniyah, dan sekte-sekte sesat
–Syi'ah, Ahmadiyah, dan Bahaaiyah, lalu Sufiyah"
Komentar :
Pada paragraf ini DR Said Aqiel menegaskan bahwasanya diantara
musuh-musuh kaum muslimin Indonesia adalah gerakan kristenisasi dan
sekuler. Selain itu juga sekte-sekte yang sesat seperti Syi'ah dan
Ahmadiyah qodyaniah. Dan musuh kaum muslimin Indonesia yang terakhir
beliau sebutkan adalah kaum sufi.
Ini merupakan nasehat yang
sangat penting dari beliau akan bahayanya kaum Syi'ah dan kaum Sufi,
karena mereka adalah musuh-musuh yang senantiasa menanti-nanti keburukan
kaum muslimin Indonesia.
DR Said Aqiel Siradj, MA berkata :
"Dan sufiyah di Indonesia sungguh telah sukses besar dalam menyebarkan
ajaran-ajaran mereka yang sesat -meskipun kebanyakan mereka tidak
beriman dengan aqidah hulul dan ittihad serta wihdatul wujud-. Dan
ajaran sufiah ini senantiasa masih termasuk ajaran yang paling berbahaya
yang tersebar di negeri Indonesia, hal ini disebabkan kejahilan kaum
muslimin di Indonesia terhadap aqidah yang benar"
Dan saya sangat setuju dengan pendapat beliau bahwa ajaran-ajaran sesat
seperti ini tersebar disebabkan karena kejahilan kaum muslim di
Indonesia terhadap akidah yang benar sehingga mudah mereka terjangkiti
ajaran-ajaran sufiah.
DR Said Aqiel Siradj, MA berkata :
"Dikarenakan hal ini seluruhnya dan setelah aku menulis tesisku untuk
meraih gelar Master di bidang aqidah tentang bantahan kepada Kristen
maka aku memilih pembahasan desertasiku untuk meraih gelar Doktor
tentang bantahan kepada sufiah, terukhususkan sufiah filsafat, dengan
judul :
"Hubungan Allah dengan alam menurut sufi filsafat, penelitian dan kritikan"
DR Said Aqiel Siradj, MA berkata :
"Dan telah ditulis banyak pembahasan dan telah tersebar banyak
risalah-risalah ilmiah seputar perkara ini, akan tetapi saya melihat
perkaranya masih butuh untuk ditinjau kembali, dengan tinjauan islami
dengan timbangan/tolak ukurnya yang benar dan analogi yang benar, yaitu
kitabullah dan sunnah Rasulullah, dan ditambah dengan manhaj para ulama
salafus sholeh"
Komentar :
Pada paragraf ini beliau
menegaskan kembali bahwasanya tolak ukur yang benar untuk digunakan
dalam mengukur kebenaran yaitu Al-Qur'an, As-Sunnah dengan manhaj Salaf.
Setelah itu DR Sa'id Aqiel Siraj menyebutkan khuttoh bahas disertasinya lalu beliau berkata :
"Adapun sisi kritikan maka saya memperhatikan manhaj/metode
pengkritikan yang ilmiyah yang benar, maka saya mengkritik
pendapat-pendapat mereka (kaum sufi) dan saya menjelaskan kebatilan
pemikiran-pemikiran mereka dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, dan dengan
dalil akal yang shahih, dan dengan perkataan para ulama yang sholihin.
Dan dalam hal ini saya berusaha untuk menjauh dari fanatisme/ta'asshub
dan sikap tidak inshoof (tidak adil)"
Komentar:
Pada
paragraf ini DR Said Aqiel Siroj menjelaskan bahwa beliau menjauhi sikap
fanatik dan sikap tidak inshoof (adil) dalam menulis disertasinya.
Karenanya saya sangat berharap para pembaca membaca disertasi yang
ditulis beliau ini yang sarat dengan faedah dan jauh dari sikap fanatik
buta tanpa dalil. Bahkan dalam paragraf ini beliau (DR Said Aqiel)
menegaskan bahwa beliau menjelaskan kebatilan pemikiran sufi falsafi
dengan berdasarkan perkataan ulama yang sholihin. Siapakah yang dimaksud
oleh beliau dengan Ulama yang sholihin ini??. Jika para pembaca
menelaah disertasi karya DR Said Aqiel Siroj ini maka para pembaca akan
menemukan bahwasanya perkataan alim ulama yang paling dijadikan landasan
oleh DR Said Aqiel dalam membatilkan pemikiran sufi falsafi adalah
perkataan Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang dituduh sebagai dedengkotnya
salafy. Jadi sangat jelas bahwasanya DR Said Aqiel menganggap Ibnu
Taimiyyah adalah sosok alim ulama yang sholih, karenanya DR Said Aqiel
menjadikan perkataan-perkataannya untuk membantah tokoh-tokoh sufi
seperti Ibnu Arobi dan Al-Ghozali.
DR Said Aqiel Siradj berkata :
"Dan tujuanku dalam disertasiku ini adalah menampilkan
dirosah/penelitian yang sungguh-sungguh dan teliti/detail dengan harapan
untuk menampakan dan menjelaskan hakikat/kebenaran, yang selanjutnya
adalah untuk membela kebenaran dan untuk meninggikan kalimat Allah yang
tinggi. Maka aku meminta kepada Allah Azza wa Jalla untuk merealisasikan
harapan tujuan desertasi ini dan agar memberi faedah kepada para
pembacanya dan menjadikannya ikhlash karena mengharapkan wajahNya, dan
aku beristighfar kepada Allah atas seluruh kesalahanku yang ada dalam
disertasiku ini, dan aku bersyukur kepadaNya atas kebenaran yang Allah
hidayahkan kepadaku, dan segala puji bagi Allah di permulaan dan di
akhir, dan Dialah cukup bagiku, dan sebaik-baik tempat bertawakal, dan
semoga shalawat dan shalam tercurahkan bagi sayyidinaa Muhammad dan
keluarganya serta para sahabatnya"
Komentar :
Semoga
artikel yang saya paparkan ini membantu mewujudkan terkabulnya harapan
DR Said Aqiel Siroj, sehingga risalah disertasi yang bagus ini bisa
dipetik faedahnya oleh para pembaca sekalian, khususnya kaum muslimin di
Indonesia.
Demikianlah muqoddimah yang ditulis oleh DR Said
Aqiel Siraj di muqoddimah disertasi beliau dan sedikit komentar dari
saya. Sungguh muqoddimah yang sarat dengan penjelasan pokok-pokok usul
aqidah Ahlus Sunnah yang dibangun di atas manhaj salaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar